Banner

Monday, March 27, 2006

V for Vendetta


Sekitar 7 tahun berselang sejak rilis film fenomenal Fight Club memberi saya banyak perspektif mengenai kriteria film yang bagus, secara pesan yang ingin disampaikan dan mampu menjadi film entertaining di saat yang bersamaan. Paradigma-paradigma pop-science, kapitalisme, lifestyle dan hiperrealitas yang termuat dalam novel Chuck Palahniuk berhasil divisualisasikan dengan baik oleh sineas David Fincher dan kru-nya (dalam unsur sinematografi dan penaskahan), termasuk penampilan brilian dari Edward Norton dan Brad Pitt sebagai Tyler Durden yang kini menjelma sebagai ikon hiperrealitas di internet. Dan hampir sejak rilis film tersebut, beragam film lain mondar-mandir mengisi katalog film saya tanpa ada satupun yang masuk ke dalam kategori film "fantastis" secara keseluruhan layaknya Fight Club.

Dan di awal tahun 2006 ini Larry dan Andy Wachowski yang sukses menelurkan trilogi Matrix mengeluarkan film bertajuk "V for Vendetta". Meski tidak mereka direct secara langsung, tetapi melalui sineas James McTeigue. Diangkat dari komik (graphic novel) karya Alan Moore, film tersebut bercerita banyak tentang manifestasi politik dan sosiologi. V (Hugo Weaving) adalah samaran misterius dari seorang anarkis yang menjadi teror bagi pemerintahan fasis-kanan Inggris di masa depan. Dalam satu kesempatan, V bertemu dengan Evey Hammond (Natalie Portman), anak dari aktivis yang dibunuh oleh pemerintah. Dari situ muncul dialog-dialog pertentangan tentang ideologi V, yang sebelumnya hampir berkembang menjadi "fasis" tersendiri karena tidak pernah ada counter. V merencanakan sebuah plot besar untuk mengulangi skenario dari Guy Fawke di abad ke-15 (gunpowder plot), yaitu meledakkan gedung parlemen Inggris nan legendaris itu. Upaya V ini harus dibenturkan dengan investigasi inspektur Finch (Stephen Rea) yang makin menyibak misteri V, dan juga tindak represi pemerintah fasis melalui tangan kanan-nya Mr. Creedy.

Film berdurasi panjang ini sangat baik membawakan alur sehingga tidak membosankan, karena selalu ada misteri yang dinantikan (meski dengan laur yang naik turun). Wachowski tampaknya tidak mau membuang hal-hal yang esensial dari cerita aslinya, tetapi tidak juga memberikan penekanan yang melodramatis. Banyak dialog-dialog panjang yang esensial, seperti halnya permainan "quote by quote" pada film Fight Club (favorit saya: introduksi V kepada Evey, quote yang disampaikan V melalui stasiun teevisi dan juga dialog-dialog di Shadow Gallery). Kali ini banyak menyoroti tentang "controlling fear", pemerintahan yang korup, manipulasi, sistem sosial yang tidak adil dan sebagainya. Aktual memang, meski naskah aslinya ditulis di tahun 80-an, tapi fenomena Bush-Blair syndrome tampaknya menjadi latar yang bagus pula untuk berapresiasi di era sekarang. Selain itu, durasi sepanjang itu juga terbayar dengan ending sempurna, layaknya adegan Tyler Durden mengamati robohnya pilar-pilar kapitalisme dan dunia modern (dalam wujud bangunan tinggi) dalam Fight Club. Sangat emosional!

Bagi saya pribadi, film ini memnag banyak mengingatkan kepada Fight Club. Bukan secara tema, tapi tentang kriteria film yang berkualitas, tanpa kehilangan sisi entertaining-nya. Wachowskis (sebagai penulis skenario) memang sudah mengantungi naskah asli yang bagus. Ada opsi memperpendek film dengan mengangkat sisi "aksi"-nya saja, dengan reputasinya membuat adegan laga yang fenomenal di Matrix. Tetapi kandungan "pesan" dari naskah tersebut juga esensial untk disampaikan, sehingga apa yang kita cerna dari (dialog-dialog) film itu seharusnya menyisakan sedikit perenungan tentang "kebebasan". Jelang "viking funeral" yang mengiringi ending film, makna dari film ini seolah digarisbawahi sebagai rangkuman 3 jam durasi film. Seperti halnya yang dikutip dari pernyataan Alexander Berkman tentang anarkis:

"Anarkisme bukan Bom, ketidakteraturan atau kekacauan. Bukan perampokan dan pembunuhan. Bukan pula sebuah perang di antara yang sedikit melawan semua. Bukan berarti kembali kekehidupan barbarisme atau kondisi yang liar dari manusia. Anarkisme adalah kebalikan dari itu semua. Anarkisme berarti bahwa anda harus bebas. Bahwa tidak ada seorangpun boleh memperbudak anda, menjadi majikan anda, merampok anda, ataupun memaksa anda. Itu berarti bahwa anda harus bebas untuk melakukan apa yang anda mau, memiliki kesempatan untuk memilih jenis kehidupan yang anda mau serta hidup didalamnya tanpa ada yang mengganggu, memiliki persamaan hak, serta hidup dalam perdamaian dan harmoni seperti saudara. Berarti tidak boleh ada perang, kekerasan, monopoli, kemiskinan, penindasan, serta menikmati kesempatan hidup bersama-sama dalam kesetaraan."

Film ini adalah film fenomenal yang akan menjadi cult berikut seperti halnya Fight Club. Saya bukan berasal dari generasi ketika graphic novel Alan Moore pertama kali terbit pada dekade 80-an, tetapi rasanya film ini akan menggantikan dengan sempurna mengenai inspirasi kebebasan dan perlawanan. Wachowski sudah hampir berhasil ketika banyak menggunakan filsafat-filsafat eksistensial untuk mengisi porsi pada trilogi The Matrix (terutama Matrix Reloaded) dan terpaksa menunda-nya di partai pungkasannya (Matrix Revolution) karena banyaknya konflik yang musti diselesaikan dalam satu alur film. "V for Vendetta" adalah vendetta bagi Wachowski bersaudara untuk menuntaskan pesan yang belum tersampaikan dari trilogi Matrix. Lawan!!!

Salut buat Wachowski brothers dan juga James McTeigue!
Rate: 8.5 from 10, and hang into my second place best ever movie!

posted by Helman Taofani at 1:23 PM 2 comments

Tuesday, March 14, 2006

The Edukators


Film ini direkomendasikan oleh Keke, simpatisan sosialis dan idealis pula. Gw pikir film ini bakal "membela" banyak dunianya, ternyata ada dialektika dua arah antara pihak yang mengkritik dan pihak yang dikritik, dalam hal ini anti-kapitalis dan corong kapitalis itu sendiri. Dramatikal yang khas di era Reagan dulu (that "neo-con" things) dan coba dituangkan dalam film oleh sineas Jerman, Hans Weingartner dan mengusung tagline paten: Your Days of Plenty are Numbered!

Cerita film berputar pada karakter Peter (Stipe Erceg) dan Jan (Daniel Bruehl), dua pemuda yang mempunya hobi masuk ke rumah orang-orang kaya (borjuis) dan mengatur kembali perabot dan aksesoris, kemudian meninggalkan pesan seperti tagline di atas, atau "You Have Too Much Money!". Peter adalah pribadi pragmatis, yang bisa diandalkan, sementara Jan adalah seorang idealis sejati yang selalu resah dengan ketidak-imbangan kondisi dunia saat ini. Suatu saat muncul Jule (Julia Jentsch), kekasih Peter, sekaligus sebagai orang ketiga di antara Peter dan Jan. Ketika Peter pergi ke Barcelona, Jan "mengajari" Jule tentang aktivitas rahasia Peter&Jan dengan membobol masuk ke rumah jutawan Hardenberg (Burghart Klaussner), yang juga merupakan kreditur dari Jule (dimana Jule berhutang 94.500 euro). Celakanya, satu kejadian memaksa Hardenberg melihat wajah Jule. Jan dan Jule kemudian meminta bantuan Peter menculik Hardenberg ke pedesaan, dimana dialog sesungguhnya tentang esensi film dimulai. Di scene demi scene pada momen tersebut, juga mulai terkuak hubungan rahasia Jan dan Jule yang bisa memecah persahabatan Peter dan Jan, sekaligus idealisme mereka.

Seperti halnya film-film Eropa, film ini adalah film esensial dengan mengusung tema yang layak digarisbawahi. Isu yang dibawa juga merupakan permasalahn pelik bagi semua kaum idealis. Di beberapa scene pedesaan, dialog yang terjadi antara Peter, Jan dan Jule dengan jutawan Herdenberg seolah membawa kita ke dialektika Kapitalisme dan Sosialisme seperti yang kita baca dalam buku. Di samping banyak gambar-gambar indah ala sinema Eropa, The Edukators juga bisa menyampaikan secara seimbang tema esensial yang hendak dibawa. Alur yang dibawa juga langsung, to the point dan tidak terlalu banyak dramatisasi ala Hollywood. Lihat saja dialog-dialog esensial antara Peter dengan Jan (tentang "penting"-nya Rolex), Jan dengan Jule (tentang T-Shirt Che, atau stiker Anarchist yang dengan mudahnya didapat), sampai ke scene di pedesaan yang sangat esensial. Semua statement-statement "politis" itu dengan mudah masuk ke dalam film dan mengalir mengikuti alur yang relatif pelan. Secara apresiatif, akting dari Stipe Erceg juga mampu membawa emosi film secara keseluruhan.

Dan satu kejutan kecil tapi sangat esensial disampaikan di bagian terakhir film, dengan latar musik Jeff Buckley (Hallelujah). Film ini sangat kuat secara tema seperti biasanya film-film Eropa, hadir dengan script lugas dan dialog yang menantang (seperti halnya film Eropa) dan mampu berbicara dari sisi sinematografinya (mediator antara Eropa dan Amerika, sehingga enak dilihat). Bagi penonton awam, menonton film ini tetap menyegarkan dengan ending kejutan yang ditawarkan penulis skrip (Katharina Held dan Hans Weingartner). Sementara bagi pecandu idealis dan tengah resah terhadap golablisasi kapitalisme, mungkin menonton film ini bisa menjadi semacam terapi bagi kita semua untuk lebih pragmatis menghadapi keadaan dunia saat ini.

7.5/10
Die Fetten Jahre sind Vorbei!

posted by Helman Taofani at 11:09 AM 0 comments

Monday, March 13, 2006

11:14


Pernah menonton salah satu scene di Snatch (Guy Ritchie)? Adegan yang menggambarkan complex-frame dalam satu roll, dimana karakter Turkish melempar susu basi ke luar mobil, ke jendela mobil Sol dkk sehingga menabrak mobil Avi. "Komplikasi" adegan yang tidak mungkin ditampilkan dalam satu gambar itu (karena berada dalam setting waktu sama) disiasati dengan permainan alur yang brilian dari Guy Ritchie. Dan kini hadir versi panjang dari model serupa, masih bertema kecelakaan mobil, film yang disutradarai oleh Greg Marcks yang berjudul 11:14 (eleven fourteen).

Jalinan ceritanya menggabungkan scene yang terjadi pada pukul 11:14, dari beberapa kejadian terpisah yang ternyata saling memiliki reaksi berantai. Kejadian-kejadian kecelakaan yang melibatkan karakter Aaron (Blake Heron), Eddie (Ben Foster), Duffy (Shawn Hatosy), Cheri (Rachael Leigh Cook) dan ayahnya (Patrick Swayze) ternyata saling berhubungan satu sama lain. Satu kejadian menuntun ke kejadian yang lain. Kira-kira demikian deskripsi yang bisa diberikan sebagai sinposis cerita. Hanya saja, Marcks mengaturnya dalam bentuk alur dengan timing yang twist, sehingga kita akan melihat satu demi satu kejadian meski setting-nya ada dalam waktu dan tempat yang relatif collide, yaitu antara pukul 11:14.

Bagi yang pernah menikmati adegan dalam Snatch, menonton film ini cukup predictable, dengan hanya mengandalkan twisted plot dan jalinan cerita yang terkesan "dipaksakan". Tetapi mencermati skenario ceritanya, ada sedikit kejutan yang disajikan oleh Marcks dengan memberikan "sentuhan" ala Love Actually atau Crash. Ada misteri sendiri yang terjawab kenapa adegan dari karakter A ditempatkan di urutan kesekian, dan mana yang dipilih menjadi pernagkai-nya. Film ini merupakan film bagus yang relatif bisa dinikmati oleh penggemar sinema yang membutuhkan tontonan dengan variasi teknik pengembangan cerita dan alur.

6.5/10

posted by Helman Taofani at 12:26 PM 0 comments

Tim Burton's Corpse Bride



Gw ngga pernah pesimis sama karya Tim Burton. Bagaimanapun "standar"-nya, Tim punya "kelas" tersendiri untuk mewakilkan citarasanya. Corpse Bride adalah animasi stop-motion yang dirilis ngga jauh dari karya lain-nya, Charlie and the Chocolate Factory. Dua-duanya film keluarga, meski yang pertama (Corpse Bride) bermuatan lebih dark dan gloom, ala Tim Burton (Nightmare Before Christmas, Edward Scissorhand, Legends of the Sleepy Hollow dan Batman Returns).

Corpse Bride bercerita tentang Victor Van Dort (Johnny Depp) yang mengalami paranoia kegagalan upacara penikahannya dengan putri bangsawan-bangkrut, Victoria. Victor kemudian rehearsal di sebuah hutan, dan tanpa sengaja mengucapkan sumpah pernikahan yang membangkitkan mayat perempuan bernama Emily (Helena Bonham Carter). Dalam sejarahnya, Emily mati dibunuh ketika menunggu calon-pengantinnya di hutan tersebut, dan arwahnya penasaran menunggu calon suaminya. Oleh karena Victor yang mengucapkan sumpah pernikahan sekaligus menyematkan cincin ke kerangkanya, Emily berpikir bahwa Victorlah suami yang ditunggunya. Kondisi ini menyebabkan Victor harus hidup di dunia kematian, sementara Vitoria, calon pengantin Victor sesungguhnya sedang terancam dinikahi oleh bangsawan licik yang misterius.

Menonton film ini adalah menonton film yang "on target". Tidak banyak basa-basi, dan langsung ke inti cerita. Tetapi ada banyak aspek yang bisa kita nikmati dari durasinya yang hanya 80 menitan itu. Danny Elfman yang sekali lagi bekerja bersama Tim Burton membuktikan kapasitasnya dengan mengiringi latar musikal yang sangat menarik. Adegan favorit gw antara lain "pacaran" antara Emily dan Victor dengan piano yang sangat menarik (mungkin karena ketertarikan gw sama musik klasik juga). Juga adegan-adegan ala "India" yang banyak bernyanyi, rasanya memberi "warna" bagi film Burton yang didominasi oleh kekelaman ini. Tentu saja, bagi yang suka dengan Nightmare Before Christmas, hal seperti ini bukan perkara yang asing. Termasuk karakter-karakter surealis yang friendly dan enak dipandang. Apple-Pie-nya pipi Victoria, kebungkukan nenek tua dan sebagainya disajikan melalui karakter yang sangat menarik.

7/10

posted by Helman Taofani at 11:16 AM 0 comments

About Me

Name: Helman Taofani

View my complete profile

B R A N C H E S

    Home

    Architecture

    Books

    Movie

    Music

    Friendster Blog

M Y T O P L I S T

    Fight Club In the Name of the Father Snatch Memento Shawshank Redemption The Godfather Pulp Fiction Cidade de Deus Dead Man Walking Ocean's 11

    Fight Club | In the Name of the Father | Snatch | Memento | Shawshank Redemption | Godfather | Pulp Fiction | Cidade de Deus | Dead Man Walking | Ocean's 11

W I S H L I S T

    The Cooler Unfaithful Lost and Delirious Sex and Lucia 21 Grams Irreversible Mulholland Drive Original Sin Waking the Dead The Dreamers

    Guess what kind movies listed in my wishlist?! It could be summarized in a single theme or had any kind of similarity or share the same characteristic.

S H I T H O L E

U P D A T E S

  • The Tiger and the Snow
  • Much More Movies for April 2006
  • V for Vendetta
  • The Edukators
  • 11:14
  • Tim Burton's Corpse Bride
  • MirrorMask + Pelican Brief
  • The Constant Gardener
  • Green Street Hooligans
  • Movie Marathon 4 - 14 Februari 2006

M O N T H L Y

  • November 2005
  • January 2006
  • February 2006
  • March 2006
  • April 2006
  • September 2006
  • T H A N K S F O R V I S I T

      php hit counter

    Powered by Blogger